Minggu, 29 Juni 2008

Buaya pun Menjilati Kakiku

Jika dipikir-pikir, akan sulit untuk dilakukan, ketika buaya harus berlaku jinak dengan manusia. Hm... tapi mungkin ini hanya sebuah metafor yang kubuat untuk menceritakan bagaimana ketika aku merasa dapat membuktikan dan memberi pelajaran berharga untuk orang lain, dan khususnya untuk diriku sendiri.

Aku bukan lagi manusia bodoh yang dapat ditipu. Bukan lagi seorang anak kecil yang tak tahu menahu harus berkata apa tentang keadilan. Sebuah keadilan yang sangat jarang untuk dapat diungkapkan dengan mudah. Penuh perjuangan, penuh tak tik, penuh intrik, dan ada kalanya seorang yang menjunjung tinggi keadilan harus mengorbankan sesuatu yang ia sayangi, walaupun menyakitkan.

Hm.....
Begitu juga denganku, aku rela kehilangan kepercayaan dari teman dekatku, yang menurutku memang sudah kronis. Ia perlu belajar dari kesalahannya sendiri. Ia perlu tahu di mana batas kesalahan yang ia buat untuk mengerti bagaimana perasaan orang lain. Namun apa yang ia lakukan? Denial dan Manipulatifnya masih terlalu besar untuk diturunkan derajatnya. Aku balik yang diserang... Aku balik yang dikatakan manipulatif dengan menggunakan intrik syndrom hero yang ia katakan ada padaku.
Hm...
Syndrom Hero? Aku tak mengerti syndrom yang seperti apakah yang ia artikan sebagai syndrom hero. Aku hanya bisa tertawa dalam menanggapi rengekannya di SMS yang saling kami kirimkan. Berharap aku akan mudah untuk ia taklukkan dengan segala manipulasinya. Ups... Maaf... Aku bukan Tyas yang dulu lagi.... atau aku bukan Sarce yang dulu lagi.... Kalau dia memanggilku Sarce....
Sarce yang ia kenal sekarang, adalah Sarce yang selalu sensitif dengan keganjilan. Sarce yang selalu reaktif ketika ada perlakuan aktif namun ceroboh. Hm... Mungkin aku tidak sepenuhnya sempurna dari perlakuan yang aku perbuat. Namun ketika aku tidak sempurna, aku sadar, ketidaksempurnaan yang mana yang bisa merugikan orang lain, dan aku mengantisipasinya.

Aku memang bukan keluarganya, bukan Mamaknya, bukan Bapaknya, bukan Pacarnya, dan bukan pula Konsultannya. Aku hanya seorang teman yang bereaksi ketika ada teman lain yang membutuhkan bantuan secara tersirat. Walaupun aku tahu, ia bisa membantu dirinya sendiri. Aku tahu, ia sangat pandai. Saking pandainya, sikap manipulatif yang ia lakukan pun makin lama makin kronis.... Aku hanya ingin, cukup!!! Cukup aku saja yang merasa rugi atas sikapnya. Jangan orang lain. Itu saja. Aku hanya ingin ia berubah.

Namun... Sepertinya badannya yang bebal tidak mengindahkan perkataanku. Justru balik mencercaku. Sebagai seorang yang berkepala batu, dll, yang nantinya akan merugikan kekasihku sendiri. Oh Tuhan..... Aku selalu meminta bantuan-Mu untuk menyadarkan aku, bagaimana aku bersikap terhadap orang lain. Dan untungnya aku selalu sadar ketika aku mulai merugikan orang lain. Namun sayangnya pula, aku menjadi terlalu tinggi 'self-blamming'-nya, sehingga aku harus rela mengorbankan sedikit waktuku untuk merenung karna kesalahan yang aku buat.

Hehehehe........
Dan aku berani bilang, bahwa Sang Buaya yang tadinya memberontak ketika kuikat moncongnya dengan tali, sekarang pun mulai menjilati kakiku untuk meminta maaf atas kesalahan yang ia buat. Tentang gigitannya yang sempat menyakitkan hatiku.

Dalam peristiwa ini, aku pun jadi sadar, bahwa sifat emosionalku tidak selamanya menyebabkan hal buruk terhadapku. Bahkan mungkin bisa menjadi alat untuk menyadarkan orang lain dari kesalahan terbesarnya. Walaupun aku harus berani pula mengambil resiko untuk kehilangan seseorang. That's My Choice.... ^_^
Namun aku pun juga harus menjaga agar sikap emosionalku menjadi sesuatu yang bermanfaat, bukan lagi sesuatu yang merugikan diriku.

Hm.........
Indahnya Dunia-ku T_T

Tidak ada komentar: